January 27, 2011

Teman dan Kehilangan

Bagaimana rasanya?
Ketika orang di sekitar kita tidak merasa kehilangan saat kita tidak berada di sekitarnya.
Atau mungkin menyadari nya, tapi nanti, setelah rentang waktu yang sangat lama.
Sedihkah?
Terasing?
Atau biasa saja?
Entahlah.

Terinspirasi dari kisah hidup salah satu temanku saat SMA, yang ternyata ‘pernah’ hilang,tanpa kami ketahui,bahkan sampai dia sudah ditemukan kembali, kami tidak tahu kabar bertanya.

Berawal dari satu foto masa SMA yang di-tag ke facebook, barulah berita itu terungkap.

Setelah berpuluh-puluh komen, tiba-tiba ada yang nyeletuk. Niat awal cuma bercanda tentang kabar dan eksistesi teman kami ini (yang ternyata ga punya facebook). Setelah berbalas komen, saya dan beberapa teman lainnya baru menyadari bahwa kami tidak mengetahui dimana dia kuliah.

Keterlaluan mungkin. Tapi, wajar bagiku yang tidak terlalu mengenal dan cenderung tidak peduli dengan ‘dya’ yang hilang ini. Lagipula dulu dia anak yang pendiam, sedikit ga nyambung kalo diajak ngomong tapi jenius. Mengingat dya adalah anak yang sangat pintar, tebakanku dia kuliah antara di UI dan ITB. Temanku yang lainlah yang mengingatkan bahwa mereka sekampus (beda fakultas) di UI. Tiba-tiba temen cowokku yang lain mengirimkan balasan komen berupa link mengenai berita orang hilang.

Bercanda yang kelewatan, kupikir. Iseng, aku klik link itu dan muncul raut wajah yang tak asing. Antara percaya dengan tidak, berita nya menunjukkan bahwa temanku hilang sejak Desember 2009.

Komentar di foto langsung berubah serius. Kami yang kebetulan sedang di Bukittinggi langsung menghubungi keluarganya. Ternyata memang benar. Temanku pernah hilang di kawasan Depok. Bagaimana cerita pasti tentang hilangnya teman kami tak pernah kami ketahui, karena pihak keluarga sendiri juga tidak tahu cerita pastinya. Entah mereka berkata jujur atau tidak. Mungkin saja mereka bermaksud tidak lagi mengungkit fakta yang pastinya pahit. Aku tidak tahu.

Yang lebih mengherankan, berita hilangnya dya tidak heboh di kampus. Tidak ada selebaran, tidak ada pertanyaan dari dosen atau teman. Mungkinkah dia ‘lagi-lagi’ tidak punya teman, seperti SMA dulu? Sekali lagi, aku tidak tahu.

Yang kutahu, secara fisik temanku masih sehat. Tapi mentalnya sedikit terganggu. Dya yang dari dulu memang pendiam semakin tak pernah bicara. Bahkan sekarang tidak kuliah lagi. Sangat kusayangkan, karena dya termasuk siswa sangat pintar saat SMA. Kalo ga, ga mungkin kan masuk ke Teknik Elektro UI.
Aneh, memang..
Entah kami yang terlalu sibuk dengan dunia masing” atau apalah. Kami terbilang sering mengadakan reuni dan acara, setiap puasa, lebaran, ataupun libur semester. Paling tidak, dunia maya menyatukan kami.
Namun itulah kenyataannya.
Lalu…Bagaimana kalau itu aku?

Wuiiih…
Tak pernah terbayangkan sebelumnya. Tepatnya teralu takut untuk kubayangkan.
Mungkin karena aku adalah manusia komunitas.
yang butuh untuk berada di tengah orang banyak.
Butuh teman. Butuh keramaian. Butuh pengakuan juga pastinya.
Kesendirianku hanya kulakukan ketika memang aku ‘butuh’ sendiri.
Hobi mengautis yang sempat sering kulakukan pun mulai kutinggalkan.
Aku lebih memilih situasi dimana aku bisa berbicara, berdiskusi, tertawa, menangis, apa saja..
Setiap canda, tawa, masalah, cekcok, pertengkaran, kritik, saran, salah paham, apa saja….sedikit banyaknya ikut berperan dalam membentuk siapa aku dan bagaimana aku di mata mereka.
Berinteraksi menjadi suatu kebutuhan dan kenyamanan.
Bukannya tidak bisa kalau harus sendiri. Tapi, kalau ada teman…rasanya beda.

27.01.11 – 09:55 PM. Rumah

0 komentar:

 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates