June 02, 2014

[review] Life Traveler - Windy Ariestanty


Terima kasih kepada @penuliscemen yang telah meminjamkan buku ini. Nggak murni minjem juga sih, tukar pinjam tepatnya. Aku meminjamkan buku Eka Kurniawan, dia meminjamkan aku ini. Udah lama juga nggak minjem buku ke orang.
Bercerita tentang pengalaman penulis selama travelling di berbagai negara. Kita dibawa meloncat-loncat dari suatu tempat ke tempat lainnya. Aku mengira Windy Ariestanty akan bercerita tentang pengalamannya travelling di Indocina aja, karena itulah yang disuguhkan di awal bab. Ternyata kita dikasih lebih, nggak hanya Indocina, penulis juga bercerita tentang pengalamannya selama di Eropa, seperti Prancis, Jerman, Czech a.k.a Ceska a.k.a Ceko, dan Belanda. Bahkan di akhir bab buku ini juga ada tambahan cerita jalan-jalannya di Indonesia. Sejujurnya ini bikin bingung sih, karena ada bebrapa yang flashback dari perjalanan sebelumnya.
Tapi yang asyik saat membaca buku ini adalah, nggak hanya tentang jalan-jalannya aja. Menceritakan latar tempat adalah hal biasa dalam novel travelling. Yang bikin beda adalah penulis juga menyisipkan beberapa pandangan-pandangan terhadap apa yang dia lihat. Kita jadi tau bagaimana si penulis memaknai nggak hanya setiap perjalananya, tapi juga semua hal yang berhubungan dengan itu. Mulai dari berkemas, melihat kearifan lokal, menunggu, bahkan tentang pulang.
Ini yang berhasil aku kutip, dari novel Life Traveler. Tentang Windy yang melihat perjalanan lebih dari sekedar jalan-jalan:
Berkemas buat saya tak ubahnya dengan menyisakan ruang kosong lebih banyak agar bisa memuat lebih banyak – hal. 3
Hampir setiap hari kita hidup dalam batasan yang dibuat orang lain, nilai kebenaran yang berlaku umum karena dibentuk oleh lingkungan sosial kita. Perjalanan memberikan kita jeda dari itu, sedikit merdeka dari batasan tadi – Hal. 100
Cinta adalah sebuah perjalanan yang tak bisa ditempuh dalam satu atau dua hari. Tidak juga dalam sebulan atau saru tahun. Tidak ada peta untuk menemukan tempat bernama cinta. Tak ada buku panduan travelling yang bisa menuntun kita kesana. Cinta adalah perjalanan panjang, ia tumbuh tua bersama waktu dan manusia. Dan ia tak pernah benar-benar jauh, selalu memeluk manusia dengan erat. Mengisi celah yang mungkin hanya sejengkal itu. Memberi kita alasan untuk selalu pulang. – hal. 117.
Menunggu memang seperti sebuah jebakan. Bersembunyi di antara sela-sela waktu yang tak terduga. Ketika saya ingin bergegas, ia justru membuat saya harus memelankan langkah. Meminta saya melihat sesuatu dengan lebih jeli. Memberi saya sedikit ruang untuk menarik nafas untuk menikmati apapun tanpa tergesa – hal 233.
Entah di sudut mana, ia meninggalkan kita dalam rasa sesal karena kehabisan waktu. Padahal waktu tak pernah habis. Ia hanya terus bergulir dengan iramanya yang konstan, ia meninabobokan kita hingga lupa untuk bergegas. Kita tertinggal. Sementara ia terus melesat. Saya kerap berpikir, waktu ini seperti makhluk yang tak mau kalah. Selalu ingin jadi pemenang. – hal. 265
Membaca buku ini membuat aku ingin melakukan perjalanan lagi. Ingin kembali merasakan sensasi melihat sesuatu yang baru. Tetapi kali ini inginnya menceritakan lengkap dengan segala detail. Mengamati hal-hal yang mungkin terlewati; moment, ekspresi, atau sensasi. Merekamnya di otak dan menuliskannya di catatan untuk kemudian di posting kalau sempat.
Rindu rasanya. Apalagi setelah memasuki dunia 08-05. Masuk jam 8, pulang jam 5 kalau nggak lembur. Bukan, bukan berarti aku mengkambinghitamkan dunia yang aku pilih ini. Aku bersuyukur malahan. Nyari kerja nggak gampang, apalagi dengan penghasilan yang ’lumayan’ untuk aku yang masih sendiri. And i swear to God, it’s worthed. Hanya karena masih baru dan belum mengenal cuti, jadi keinginan untuk jalan-jalan ke tempat yang jauh harus disimpan dulu. Mungkin dimulai dari tempat-tempat di Sumatra Barat aja dulu kali ya.
Eh, jadi inget. Ada hal yang mesti aku syukuri. Menjadi mahasiswa selama 5 tahun 7 bulan membuat aku memiliki kesempatan melihat lebih banyak. Dan itulah yang membuatku ingin mengalaminya lagi.
Eits, satu lagi. Kita juga diingatkan untuk ‘pulang’ ke ‘rumah’, setelah melakukan perjalanan.
Home is a place where you feel more comfortable. Home is a place where you can be and find yourself. – hal. 349

1 komentar:

L I N D A said...

saya paling suka kutipan ttg berkemas ;) bikin saya termenung dan bilang iya itu juga saya rasakan

 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates