February 12, 2015

[review] The Silkworm-Ulat Sutra - Robert Galbraith


Judul : The Silkworm: Ulat Sutra
Pengarang : Robert Galbraith
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2014
Halaman : 536
Rating : 4 of 5 stars
Tiada kecemasan yang tidak berkesudahan melebihi pikiran-pikiran manusia sendiri. – hlm. 35
Alhamdulillah, buku bantal kedua di 2015. 536 halaman.

Entah kenapa aku lebih suka buku kedua ini daripada Cuckoo’s Calling. Mungkin karena kasusnya lebih menarik. Dan mungkin karena modal minjem temen kantor, juga nggak berekspektasi lebih setelah agak kecewa di buku pertama.  

Setelah terkenal dengan kasus Lula Laundry, jasa detektif partikelir Cormoran Strike berkembang pesat.  Strike mendapat banyak klien setelahnya, meskipun pada umumnya adalah kasus-kasus keluarga dan harta kekayaan.

 Di The Silkworm, Strike masih memecahkan kasus pembunuhan, meski nggak straight to the point. Awalnya Strike hanya diminta eh, dibayar untuk menemukan suami yang hilang karena ngambek buku yang dia tulis yaitu Bombyx Mori (nama latin dari Ulat Sutra) batal diterbikan. Agak aneh sebenarnya, karena sang istri yang menyewa jasa Strike tidak terlihat cemas sama sekali. Bahkan sampai cerita berakhir berakhir beberapa tindakannya tidak menunjukkan ekspresi seperti orang pada umumnya berekasi. Seringnya Leonora terlihat santai dan tenang. Setelah pencarian beberapa hari ternyata Owen Quine, penulis Bombyx Mori ditemukan terbunuh menggenaskan di rumah kosong milik Quine dan temannya.

Dengan latar industri penerbitan buku, tokoh yang dimunculkan dalam The Silkworm agak lebih banyak dari Cuckoo’s Caliing. Beberapa penulis, editor, dengan jalan pikiran dan karakteristik masing-masing mewarnai novel ini dalam ulasannya tentang Bombyx Mori sehingga jauh dari kesan monoton. Well, mungkin karena aku memang suka dunia kepenulisan dan penerbitan buku aja kali.
Ya, ada orang yang diijinkan masuk oleh Penulis dalam hatinya. Tapi dalam Bukunya? Itu special. Itu beda. – hlm. 85
Lagi-lagi tidak seperti buku pertama yang menurutku agak membosankan. Strike juga diceritakan mengalami konflik batin dalam hubungan cintanya. Seperti bagaimana dia memulai berhubungan dengan orang baru, sampai tentang Strike bereaksi ketika mengetahui mantan kekasihnya akan segera menikah. Calon suami Robin, Matthew, juga lebih banyak diceritakan dengan konflik yang menarik. And I love how Strike and Robin built their relation.  Cerita-cerita seperti ini buatku menjadi sedikit angin segar setelah membaca bagian-bagian tentang penyelidikan yang memang agak rumit.

Satu kesamaan dengan novel sebelumnya buatku adalah masih tidak bisa menebak siapa pembunuh sebelumnya. Maybe this is the point I like the most. Yaa...tapi tetap aja sih aku masih terganggu dengan transletnya.      

0 komentar:

 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates