November 04, 2015

[review] Arok Dedes - Pramoedya Ananta Toer


Judul : Arok Dedes
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Tahun : 2009
Halaman : 561
Rating: 3 of 5 stars
Berpendapat tanpa berpengetahuan, hukuman mati bagi seorang calon brahmana – hal 63

Another Pram’s!
Aku baru tau kalau Arok Dedes juga merupakan tetralogi. Rangkaian berikutnya adalah Mata Pusaran, Arus Balik, dan Mangir, Dikenal dengan Tetralogi Arok Dedes.  

Dan setiap membacanya aku selalu harus keluar tidak hanya dari cara-cara membaca yang biasa tapi juga berpikir yang biasa. Apalagi untuk membaca Arok Dedes. Roman yang berkisah tentang sosok yang kita kenal melalui mata pelajaran sejarah, yaitu Ken Arok, Ken Dedes, Tunggul Ametung, Empu Gandring, dan teman-temannya, disajikan berbeda. Aku harus keluar dari apa yang aku lupa-lupa ingat pada yang pernah diterima dari guru-guru masa sekolah dulu. Membaca Arok Dedes, aku mencoba menjadi sosok awam yang menikmati penuturan Pram tanpa ada tendensi apa-apa.

Bagi kamu penikmat sejarah, mungkin bacaan ini cocok.

Meski sayangnya aku kecewa.

Novel ini berbeda dari yang aku bayangkan sebelumnya. Beberapa teman merekomendasikan karena katanya penokohan perempuan di Arok Dedes lebih kuat daripada perempuan-perempuan lain yang dimunculkan di Tetralogi Buru. Sayangnya, menurut pandangan subjektif aku sih penggambaran karakter Dedes, seorang brahmani cantik, pintar, dan bijaksana, tidak sekuat sosok Nyai Ontosoroh pada Bumi Manusia. Kenapa? Wajar saja Dedes seperti itu, karena dia memang berasal dari kasta brahmana, memang begitu dia seharusnya. Namun, bagaimana Dedes kemudian bersekongkol untuk menjatuhkan suaminya sendiri yang ia benci, toh tidak lepas dari kehadiran Arok. Hal ini berbeda dengan bagaiman Pram membangun karakter tokoh Nyai Ontosoroh. Gitu sih...

Memang sih, tema tentang perempuan yang selalu turut andil dalam hal-hal strategis kayak begini jarang yang nggak seru. Ini pun menjadi warna yang dominan dalam Arok Dedes. Bahkan juga ada Umang, perempuan sudra dengan perlengkapan perang yang menghiasi dirinya, sedangkan Dedes berkilauan perhiasan emas dan intan. Endingnya seru dan menggelitik naluri, apalagi ketika Dedes merasa tidak siap untuk dipoligami tapi mau bagaimana lagi. Don’t make any guess, read the book first!

Barangsiapa tidak tahu kekuatan dirinya, dia tidak tahu kelemahan dirinya. Barangsiapa tidak tahu kedua-duanya, dia pusing dalam ketidaktahuannya. – hal. 212

Seru? Buat aku, novel Pram yang ini standar deh.

Bagian yang seru buatku hanyalah bagaimana tokoh-tokoh di novel ini berpolitik. Tentang bagaimana strategi itu dibangun dalam hal-hal yang tidak terduga bikin aku berimajinasi dalam setiap intrik yang muncul.

Rumit dan bikin bingung. Apalagi banyak istilah-istilah yang aku ga paham maknanya. Atau aku lagi bego pas bacanya ya..jadi banyak yang nggak ngertinya. Salah sendiri sih, baca buku ini di moment-moment closing alias tutup buku di kantor.

Ia memerlukan keadilan, ia harus belajar mengenalnya dengan seluruh tubuh dan jiwanya, bukan hanya suara hampa untuk bunga bibir dan bunga hati juga untukmu sendiri, juga untukku sendiri. Juga untuk kita semua. Setiap orang. – hal. 352

0 komentar:

 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates