April 21, 2016

Hari Kartini dengan Segala Kehebohannya (2)

Ini beberapa jawaban yang oke menurut aku.

Q: Menurut teman-teman kenapa setiap hari kartini adaaaa aja polemik, debat, dan dipermasalahkan. Terus, menurut teman-teman perlukah hal seperti itu terjadi?

A:

Emen:
Nggak perlu kalau semua berjiwa besar. Twitwar tahunan mah tanggal 21.

Mbak Dwi:
Karena ada tulisan-tulisannya yang dikumpulkan jadi buku. Makanya ayo nulis.

Iqbal:
Kenapa mesti Kartini?

Udarian:
Ndak cuma hari kartini kok. Tiap bulan juga ada kok yang jadi debat ndak penting. Agenda rutin. Debat kok ndak berkesudahan. Online pula. Diajak diskusi langsung ndak datang.
Kalau ada yang sampe bongkar sejarah bilang kartini begini begitu, ‘’thank you for that” aja, minimal mereka udah nambah pengetahuan kita. Huehehehe

Da Max:
Kita berada di zaman bully. Dimana setiap orang mengkritisi apa  saja yang kadang tak perlu dikritik.

Awin:
Daripada debatin ini itu mending bikin sesuatu yang menginspirasi banyak orang kayak Kartini, Siti Manggopoh, Dewi Sartika. Nggak usah yang berat-berat deh. Sekitar kita aja dulu.

Ipit:
Ada perlunya sih kak, hehe. Dalam konteks ‘agar kita bisa kritis’; tidak Cuma bisa menerima apa kata sejarah tapi juga menelusurinya. Baca-baca gitu kak.

Bg Diming:
Namanya juga tradisi kekinian. Bahas apa yang lagi trending topic. Coba kalau ada Hari Datuk Maringgih, mungkin akan jadi bahasan tiap tahunnya.

Ijek:
Bisa jadi itu tradisi, bisa jadi itusalah satu cara untuk memperingati.

Bg Roni:
Karena sejarah Kartini itu mengalami complexity dari berbagai sudut pandang. Sehingga ruang kontroversinya jadi besar.

Sania:
Keluarga Kartini adalah keluarga yang terpandang pada zaman itu. Mungkin karena itu Kartini lebih mudah di ekspos.

Trendy:
Mungkin karena Kartini berani melawan budaya jawa, berani melawan ‘kodrat’ wanita jawa pada zamannya.

Rifki:
Sebenarnya nggak perlu kak. Kartini hanya perwakilan saja. Sama halnya kita memandang Soekarno-Hatta sebagai presiden dan wakilnya.

Fajri Alfalah:
Nggak perlu, karena yang diributkan itu bukan nilai-nilainya kan? Malah cenderung ke symbol atau ‘kartini’nya. Kalau bicara siapa yang berhak mewakili semangat perempuan di Indonesia, secara subjektif, siapapun berhak.

-------batas-------


Sekian dan terima pitih.

0 komentar:

 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates